Monday, June 24, 2013

Aku di Jakarta

Selamat Hari Ulang Tahun Jakarta yang ke-486 (udah telat sih, 2 hari.. hehehehehe..)
Maklum pas hari-H-nya kemaren gw senewen gara-gara demo. Well, ngomong soal Jakarta, udah berapa tahun ya gw tinggal di kota ini. Gw agak susah ngitungnya karna kota tempat gw kerja pindah mulu. Klo diitung bersih sih baru sekitar 3 tahunan. Yang pasti sejak lulus kuliah gw sudah 'bertarung' di kota ini. Dan ketika gw dipindah ke luar kota selama sekitar 2 tahun, gw benar-benar merindukan kota ini, sehingga setiap ada waktu libur gw mau cape-cape datang ke Jakarta, sampai pada akhirnya gw kembali 'bertarung' untuk mendapatkan pekerjaan lagi di Jakarta ini.

Klo dibilang Jakarta itu ngangenin, mungkin iya. Buktinya ya itu tadi, gw masih aja mau susah-susah balik ke kota metropolitan ini. Padahal yah, di Jakarta itu macetnya ngga nahan, belum polusi, belum apa-apa mahal. Beda deh sama suasana waktu gw kerja di Jawa Tengah dulu, lebih teratur, tenang, bersih dan murah.

Tapi apa yang membuat gw kembali ke kota ini? Mungkin sama dengan kebanyakan pendatang lain di kota ini, Jakarta menjanjikan. Apa yang dijanjikan? Pekerjaan dengan penghasilan dan fasilitas yang lebih baik daripada di daerah. Gw bukannya ngga mau balik ke daera asal gw, bayangin aja klo gw tinggal di kota asal gw, gw bisa tinggal sama keluarga, makanan gw bisa lebih bersih dan sehat, mungkin nominal gaji lebih kecil tapi pengeluaran juga cenderung lebih kecil. Tapi yang terjadi adalah, gw udah berkali-kali mengirim lamaran kerja di daerah asal gw, tapi hasilnya nihil. Bukannya sombong, tapi setidaknya perusahaan di daerah bisa melihat ada putri daerah yang lulusan institut negri dari pulau Jawa yang ingin kembali untuk membangun daerah. Dan yang mengalami ini bukan cuma gw, banyak teman-teman sedaerah gw yang akhirnya memilih bekerja di Jakarta dengan alasan yang sama.

Alasan lainnya adalah, banyak orang-orang yang gw sayangi tinggal di kota ini. Merekalah yang selalu gw temui di waktu-waktu liburan gw untuk berbagi cerita tentang kehidupan kami. Banyak hal yang udah kami lakuin bareng di waktu weekend kami. Mulai dari sekedar nongkrong di mall sampe bosan dengan semua isi mall di seantero Jakarta, lalu berkeliling Jakarta bermodal Rp 3.500 saja dengan menumpang bus TransJakarta, lalu mengunjungi taman kota atau kebun binatang hingga berkeliling di beberapa museum.

Ya, Jakarta memang semakin padat dengan gedung-gedung pencakar langit di mana-mana, volume kendaraan yang memenuhi jalanan, asap-asap yang mencemari udara, sampah yang menumpuk di jalanan dan aliran air, banjir yang melumpuhkan di kala hujan dan banyak hal lainnya. Tapi gw selalu nyoba nyari cara untuk nikmatin kota ini. Karena di Jakarta lah gw menghidupi diri gw dan mencapai mimpi-mimpi gw.

God bless Jakarta!

Saturday, June 22, 2013

Coba Dipikir

Jujur aja, gw rada senewen pas nulis postingan ini. Oke, background ketika gw menulis ini adalah acara berita di televisi yang menayangkan acara demo oleh mahasiswa yang menolak kenaikan tarif bbm. Dari situ, tangan gw jadi gatel pengen nulis.
Terlepas dari soal pro atau kontra kenaikan tarif bbm ini, gw mau nyorot aksi demo yang dilakukan para mahasiswa seperti yang diberitakan di televisi. Oke, kita memang bebas menyuarakan pendapat, bahkan melalui demonstrasi pun boleh. Tapi ya ngga gitu juga kali caranya. Ngga pake ngrusak fasilitas umum, baik milik pemerintah atau swasta.
Gw juga pernah jadi mahasiswa. Menurut gw, yang namanya mahasiswa ya harus kritis. Apalagi soal mau demo begitu. Apa coba esensinya ngrusak fasilitas umum untuk menunjukkan penolakan terhadap kenaikan tarif bbm. Gw berpikir keras, dan gw ga nemuin korelasinya! Yang ada ngrugiin orang. Ngapain demo-demo dengan misi menyampaikan suara rakyat klo yang dirusak adalah fasilitas umum yang dibuat dengan dana dari rakyat juga.
Itu mahasiswa mikir ngga sih, gimana perasaan karyawan swasta yang tempat kerjanya dirusak, atau kerugian negara ketika fasilitas umum dirusak. Seengganya ingat orang tua masing-masing deh. Orang tua cape-cape cari duit untuk biaya kuliah anak. Eh, si anak jadi mahasiswa malah demo anarkis begitu.
Mahasiswa dibiayain untuk belajar, bikin riset, buat perbaikan di negri ini, bukan demo anarkis gitu. Tar klo ditangkap polisi yang susah siapa coba klo bukan orang tua masing-masing? Pada sadar ngga sih klo di rumah orang tuanya khawatir anaknya kenapa klo klo tu anak ikut demo.
Lalu gw mikir lagi, itu mahasiswa segitu vokalnya berdemo, emang IPK-nya udah berapa sih? Kuliahnya udah bener ngga sih? Riset yang udah dia lakukan udah seberapa sih? Gemes bener liatnya. Gw pengen tau, tuh mahasiswa besok lusa klo udah beres kuliah bakal jadi apa sih? Klo mau demo, tunjukkan lewat prestasi aja deh! Klo demo begituan, badan cape, suara abis, belom klo cidera ato ketangkep polisi. Besok lulus emang mau jadi apa sih de?
Trus ini salah siapa? Mahasiswanya atau sistemnya? Kok jadi pada anarkis begitu.. Auk ah, pusing gw jadinya.
Oh, negriku tercinta Indonesia...

Saturday, June 15, 2013

Generasi 90an

Judul postingan kali ini gw ambil dari sebuah judul buku yang belakangan lagi laku keras di toko buku nasional. Well, yang mau gw ceritain kali ini berkaitan dengan isi buku tersebut. Kisah gw sebagai anak yang tumbuh selama dekade 90-an dengan segala keindahan permainannya. Dikisahkan bahwa, sejatinya anak 90-an adalah angkatan yang terakhir bermain dengan permainan tradisional dan angkatan pertama pula yang bermain dengan sesuatu yang kita kenal sebagai gadget saat ini.
 
Gw masih ingat ketika tahun 1990, gw masih berada di Desa Salak, desa kelahiran gw yang berada di somewhere at Kabupaten Dairi, Sumatera Utara sana. Ketika itu umur gw baru 4 tahun, dan belum masuk TK. Di rumah belum ada tv, jadi sepanjang hari kerjaan gw adalah main bareng anak2 komplek Dinas Kesehatan tempat tinggal gw waktu itu. Begitulah, gw biasa lari2an di tengah kebun warga, manjat pohon petai cina di depan rumah temen gw, maen petak umpet di belakang Puskesmas utama tempat mama kerja, maen layangan bersama teman-teman lelaki dan berbagai permainan khas anak kampung lainnya.
 
Tahun 1991, gw sekeluarga pindah ke kota Medan dan tinggal di daerah pemukiman umum. Gw juga terbiasa main segala permainan di luar rumah dengan anak-anak tetangga, entah itu di sawah, di tepi jalan, atau di lapangan sekitar rumah. Ketika akhirnya gw mulai bersekolah pun, yang kami lakukan pada jam istirahat adalah memainkan permainan di lapangan sekolah. Semua permainan itu menuntut aktivitas fisik. Seperti petak umpet, lompat tali, kasti, ular naga, sebutkan nama buah, congklak,
engklek, patok lele, tangkap nyamuk dan sebagainya.
 


Klo dipikir-pikir, rasanya waktu itu gw sehat banget, kuat gitu ya sebelum sekolah sama pas jam istirahat sekolah maen lari-larian trus lanjut belajar lagi, trus pas pulangnya juga maen lagi. Apalagi pas libur, bisa sepanjang hari maen mulu di luar rumah. Paling seru itu klo pas malam bulannya penuh dan pas listrik padam. Itu di luar rumah pasti banyak anak-anak maen-maen dibawah cerahnya sinar bulan, rasanya indah bgt klo ingat itu.
 
Lalu di pertengahan 90-an, mulai rame dengan permainan elektronik kayak video game dan mulai ada game center di beberapa tempat. Dan ditambah dengan keluarnya game boy, maenan elektronik yang bisa dibawa kemana-mana. Gara-gara itu anak-anak bisa berantem, entah karna skor ato karna berebut pengen maen.



Dan hingga kini permainan dengan alat elektronik yang canggih semakin berkembang. Sehingga permainan fisik seperti yang gw mainkan di awal 90-an itu semakin tersisih dan perlahan menghilang. Klo gw lihat anak-anak masa kini, mereka taunya hanya permainan di handphone pintar, tablet, atau laptop dengan online. Gw sih ngliatnya ga asik ya, karna badan mereka ga bergerak, cuma duduk manis aja nongkrongin gadget, badannya kurang bergerak. Jadi semacam kurang sehat menurut gw sih.
 
Yah, itulah cerita indah gw sebagai abege yang tumbuh di indahnya dekade 90 yang ceria dan sehat.

Tuesday, June 4, 2013

Ceritaku, Seorang Traveler

Setahun bekerja di kantor yang sekarang membuatku cukup sering melakukan perjalanan dinas ke beberapa daerah di Indonesia. Sedikit meringkas, perjalananku yang pertama adalah ke Berau (Kalimantan Timur), yang kedua ke Makassar (Sulawesi Selatan), yang ketiga ke Bengkulu (Sumatera), yang keempat ke Jogjakarta (Jawa) dan yang kelima ke Kupang (Nusa Tenggara Timur).

Sebagai seorang yang suka jalan-jalan, aku sangat menikmati segala kesempatan perjalanan ke luar kota tersebut. Senang rasanya bisa melihat banyak tempat baru. Apalagi kalau dipikir-pikir aku sudah mendatangi hampir semua pulau besar di Indonesia. Lumayanlah, sejauh ini aku sudah menjejakkan kaki di 14 provinsi di Indonesia, serasa udah sedikit keliling Indonesia. Yah, walaupun belum mencapai Indonesia Timur, tapi tak mengapa.

Apa yang aku rasakan setiap aku melakukan perjalanan itu? Seperti yang udah berkali-kali aku tulis, aku sangat senang dan aku sangat menikmatinya. Aku senang ketika aku mengemasi barang bawaan ke dalam tas, aku senang ketika aku tiba di airport, aku senang ketika aku tiba di airport yang belum pernah aku datangi, aku senang melihat suasana asing sebuah kota, aku senang ketika aku memperhatikan kebiasaan warga lokal, aku senang melihat ciri khas setiap kota, aku senang ketika mengetahui masakan lokal, aku senang mendengar logat atau dialek lokal, aku senang mengunjungi toko-toko yang menjual buah tangan, dan yang paling membuat aku senang adalah, aku bisa melihat pantai dan menikmati matahari tenggelam dari sudut yang berbeda di Indonesia.

Pada akhirnya semua perjalanan itu membuatku semakin cinta dengan Tanah Airku, Indonesia. Yah, negeri ini cantiknya sungguhan! Setiap tiba di bagian lain di Indonesia, aku sering kali bengong dan berkata dalam hati, "Wow! Tuhan, ini cantik sekali!" Di balik segala kelakuan busuk politisi dan carut marut politik Indonesia yang sangat tidak aku sukai, sungguh aku mencintai Indonesia dengan segala keindahan alam dan keberagaman budayanya. Dan inilah salah satu alasan, kenapa aku belum mau membuat paspor dan menolak ajakan untuk berjalan-jalan ke luar negeri.

Terima kasih Tuhan, aku dilahirkan di negeri yang indah ini, Indonesia! Semoga Tuhan juga akan memberikan kedamaian dan ketenteraman di Indonesia