Friday, June 22, 2012

Saya Orang Batak

Beberapa waktu belakangan ini, media di Indonesia dipanaskan dengan berita bahwa Malaysia mengklaim tarian Tor-tor yang asli dari Indonesia sebagai budaya miliknya. Tor-tor sendiri adalah tarian tradisional Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara. Tepatnya, tarian Tor-tor ini adalah milik suku Batak. Jadi sebagai orang Batak, jelas saya agak tersinggung dengan pemberitaan tersebut. Tapi di posting ini saya tidak akan membahas hal tersebut, saya hanya akan bercerita tentang hidup saya sebagai orang Batak.

Saya adalah suku Batak asli, tepatnya subsuku Batak Toba dari Pulau Samosir. Saya lahir di Salak, sebuah kota kecil di Pak-pak Barat (daerah subsuku Batak Pak-pak), dan saya besar di kota Medan. Memang seumur hidup saya hanya beberapa kali mengunjungi Pulau Samosir, yang merupakan tempat kelahiran ayah saya, tapi saya tak pernah lupa akan identitas saya sebagai orang Batak. Jadi sekalipun saya pergi jauh meninggalkan tanah Batak, nilai-nilai kehidupan orang Batak tak pernah saya lupakan.

Hal tersebut adalah karena didikan ayah saya. Saya masih ingat ketika dia memperlihatkan sehelai kertas yg cukup luas di atas meja. Isi kertas itu adalah silsilah orang Batak. Waktu itu ayah menjelaskan kepada saya, terutama pada kakak laki-laki saya, tentang garis keturunan keluarga kami, kami keturunan nomor berapa, dan sebagainya.

Jadi di Sumatera Utara itu ada 3 suku besar, yaitu Melayu, Batak & Nias. Suku Batak terdiri dari 6 subsuku, yaitu Toba, Mandailing, Simalungun, Karo, Angkola & Pak-pak. Setiap subsuku itu punya masing-masing dialek, kain tradisional, baju adat, rumah adat yang berbeda. Pembagian marganya pun berbeda, ada marga yang adalah sama, sehingga keturunannya tidak boleh saling menikahi. Misalnya marga ibu saya adalah Pasaribu, sama dengan marga Malau, Lubis, Sipahutar dan sebagainya. Lalu ada marga yang 'disamakan' dari masing-masing subsuku tersebut. Misalnya, saya bermarga Sinaga, itu sama dengan marga Perangin-angin atau Bangun di Batak Karo.

Soal bahasa, sejujurnya saya tidak terlalu bisa berbahasa Batak. Apalagi ketika saya berada di Jawa Tengah selama 2 tahun, saya benar harus bercampur dengan orang Jawa asli. Tapi saya cukup bisa membedakan bahasa tiap subsuku, dan bisa menangkap maksud pembicaraan orang dalam bahasa Batak. Hal ini juga tidak terlepas dari didikan ayah saya. Ya, walaupun waktu di rumah kami lebih banyak berbahasa Indonesia, tapi ketika kami berkumpul di malam hari, ayah tak lupa mengajarkan bahasa Batak kepada kami, dengan mengartikan lagu-lagu berbahasa Batak ke bahasa Indonesia.

Tentang tarian tradisional, yaitu Tor-tor, saya lebih banyak diajarkan oleh saudara-saudara saya. Saya memang tidak mahir dalam menari Tor-tor, tapi karena sering dipraktekkan, pelan-pelan saya belajar menarikan Tor-tor. Karena orang Batak selalu menarikan Tor-tor ini di semua acara adatnya. Mulai dari pernikahan, syukuran bahkan hingga upacara kematian. Dan tak lupa menggunakan kain tradisional, yaitu Ulos, dengan diiringin musik khas Batak dari Gondang.

Suku Batak membawa sistem patrilineal, dimana keturunan adalah dari pihak laki-laki. Tapi perempuan sangat dihormati dalam adat Batak. Dalam adat Batak, keluarga ibu kita sangat dihormati, begitu juga keluarga nenek, dan keluarga istri. Karena itu perempuan sering disebut 'boru ni raja' yang artinya adalah putri raja. Dan ayah saya sering memanggil saya demikian.

Sebagai penutup, saya tak akan pernah lupa kata-kata ayah saya ini, "Banggalah jadi orang Batak, karena suku Batak adalah suku yang kaya akan adat & budaya, tak ada suku lain di dunia yang seperti suku Batak." Dan dengan ini saya sampaikan, nama saya Sonti boru Sinaga, saya orang Batak Toba asli dan saya bangga jadi orang Batak!

No comments:

Post a Comment