Namanya Rida Akzar. Aku berkenalan dengannya setahun yang lalu, di
minggu ketiga bulan April 2012. Saat itu hari pertama dia bekerja di
kantor itu dan aku baru 3 minggu bekerja di situ. Kami berada di
departemen yang sama, dan dia diberi tempat duduk di sampingku. Posisi
meja kerja kami tidak nyaman, karena berada di dekat pintu masuk, jadi
semua orang yang keluar-masuk kantor pasti melewati meja kami.
Aku
sangat senang saat dia masuk ke departemenku, karena aku jadi punya
teman sesama anak baru yang harus belajar banyak, dan aku punya teman di
meja kerja yang posisinya tidak strategis itu. Selain itu ternyata kami
satu almamater, sama-sama lulus dari program studi & fakultas yang
sama di kampus. Hanya kami berbeda angkatan 4 tahun, dia mulai kuliah
saat aku baru saja menyandang gelar sarjana, makanya kami tak pernah
bertemu & berkenalan ketika masih di kampus.
Di awal masa
bekerja di kantor itu bukanlah hal yang mudah buatku, tapi aku senang
karena ada Rida yang menemaniku melaluinya. Ketika itu kami harus
sama-sama belajar hal-hal yang sama sekali baru & tidak kami
mengerti dengan cepat. Dia cukup banyak membantuku, karena dia tidak
pelit untuk berbagi hal-hal yang telah dia mengerti.
Rida seorang
pria asal Makassar yang plegmatis. Dia sering berekspresi sangat datar
terhadap banyak hal yang terjadi di sekitar kami. Dia anak yang pintar,
lulus dengan predikat cum laude sebagai lulusan terbaik dari program
studi kami saat wisudanya. Di kantor pun dia cepat belajar banyak hal
soal pekerjaan kami. Selain itu, dia juga seorang yang tekun &
disiplin. Sejak awal dia sangat ingin melanjutkan studinya ke jenjang
S2, dan dia berusaha mengejar mimpinya itu.
Di minggu pertama
bulan Desember 2012 terjadi perombakan layout meja kerja di kantor. Jadi
kami pindah lantai, sehingga kami bisa memilih tempat duduk yang
nyaman. Dan aku tetap untuk memilih duduk di samping Rida, walaupun aku
bisa memilih untuk duduk di dekat teman lain yang lebih senior yang bisa
sering-sering aku dekati untuk bertanya soal pekerjaan. Entahlah, aku
hanya merasa nyaman jika duduk di sampingnya.
Hari ini, hari
terakhir Rida bekerja di kantor ini. Dia berencana untuk fokus dalam
persiapan kuliahnya, karena dia ingin kuliah di luar negeri, jadi dia
memilih mengundurkan diri. Aku sedih, tak akan ada lagi dia yang duduk
di sampingku. Dia tempat curhat yang lucu, rekan kerja yang baik, adik
kelas yang pintar, berpikiran terbuka & menyenangkan. Dia sangat
bersemangat untuk mempelajari hal baru.
Karena dia lebih muda 4
tahun dariku, aku sering menyebutnya sebagai berondongku. Ada 2 hal yang
tidak akan aku lupakan dari seorang Rida. Yang pertama kejadian ketika
aku pingsan di kantor saat aku duduk di sampingnya. Ketika orang lain di
ruangan itu kaget karena mendengar suaraku terjatuh & dengan
bingung mendatangiku, dia hanya bereaksi datar, dia tetap duduk di
kursinya, melihat ke arahku & dengan datar berkata: "yah, jatuh.."
Yah, itu karena dia seorang plegmatis. Namun setelah itu dia yang
menyuapkan sebatang coklat ke mulutku dan memegangi gelas berisi air
putih untuk aku minum setelah aku siuman.
Yang kedua, saat-saat
dia membantuku & dengan peduli sering bertanya tentang progres
pengerjaan proyekku. Benar-benar tak ternilai perhatiannya &
semangat yang dia berikan padaku setiap hari.
Aku pasti akan
merindukan suara khasnya ketika tertawa, ekspresinya ketika dia begitu
bersemangat akan sesuatu, caranya berbicara yang tenang & jelas
ketika menjelaskan sesuatu, kekusutannya wajahnya ketika dia suntuk
& mencari-cari kotak permen di mejaku, lirikan matanya & cara
dia memainkan kedua ujung jari telunjuknya untuk menggodaiku, semua
kejahilannya, tanda tangannya yang unik, suaranya yang sangat datar di
semua lagu selama karaoke serta gaya kidalnya saat bermain tenis.
Semoga
sukses meraih mimpimu adikku sayang. Terima kasih telah menjadi adik,
sahabat & partner yang menyenangkan selama setahun terakhir. Tetap
jadi Rida yang baik, disiplin, rajin beribadah & rendah hati seperti
yang aku kenal selama setahun ini. Sampai bertemu di kesempatan yang
lebih berbahagia.
Tuesday, April 30, 2013
Sunday, April 21, 2013
Aku Kartini
Di Hari Kartini ini, aku mau cerita soal pekerjaanku sehari-hari aja. Apa hubungannya? Kan, Ibu Kartini itu dulu berjuang untuk emansipasi wanita. Supaya perempuan bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan mendapatkan hak lain yang selay
aknya didapatkan oleh semua orang secara setara. Apalagi dalam budaya patrilineal, laki-laki dianggap lebih diutamakan untuk mendapatkan pendidikan. Namun oleh perjuangan Ibu Kartini, maka sekarang banyak wanita yang dapat berpendidikan tinggi, dan sebagian wanita dapat bekerja di 'ladang' para pria.
Jadi, aku itu satu-satunya wanita di unit kerjaku. Sejak lulus kuliah hingga saat ini aku memang bekerja di posisi yang sama. Untuk posisi ini, sebenarnya ada cukup banyak wanita, tapi tergantung produk yang ditangani.
Dulu di kantorku yang sebelum ini, ada beberapa wanita yang menduduki posisi ini, tapi memang sangat sedikit dibanding porsi pria. Itu pun wanita mengisi posisi tersebut baru dimulai sejak 3 tahun terakhir. Jadi aku sempat mengalami dalam 1 tim sebagai satu-satunya wanita, bukan hanya di cabang dimana aku ditempatkan, bahkan di regional, aku satu-satunya wanita. Kemudian seiring berkembangnya organisasi, ada posisi di bawah supervisiku yang ditambah untuk membantu pekerjaanku, dan untuk posisi itu perusahaan cenderung memilih wanita. Sedangkan untuk posisiku perusahaan masih cenderung memilih pria. Alasannya cukup masuk di akal, karena pekerjaanku menuntutku untuk kunjungan ke lapangan, jadi butuh fisik yang kuat. Tapi kalau hanya kunjungan singkat di dalam kota yang dilakukan sesekali menurutku wanita cukup kuat.
Lalu di kantorku saat ini, aku kembali merasakan sebagai satu-satunya wanita. Memang untuk di perusahaan ini pria dianggap lebih cocok, karena alasan survey ke customer tersebut, surveynya bukan di dalam kota, namun ke luar kota sampai masuk ke pedalaman. Dan aku pun harus mengalami itu, aku pergi ke pelosok dengan pesawat kecil, menyebrang sungai dengan speed boat kecil.
Di sini saya harus bisa mengimbangi cara kerja para pria itu yang fisiknya tentu lebih kuat. Dan atasan saya tidak membedakan saya karena saya seorang wanita. Maka saya harus bisa seperti pria-pria itu. Hal lain yang merepotkan adalah, saya akan lebih ribet kalau harus dinas keluar kota, karena bawaan saya lebih banyak sebagai wanita, jadi saya juga harus belajar untuk bepergian dengan praktis seperti mereka.
Yah, begitulah suka duka saya yang bekerja sebagai satu-satunya wanita di antara 11 pria di kantor. Selamat Hari Kartini, jadilah wanita Indonesia yang tangguh!
Subscribe to:
Posts (Atom)