Gw cuma tersenyum tiap baca pemberitaan soal Ahok. Ayah gw itu wataknya mirip sama Ahok. Ayah gw emang bukan gubernur kayak Ahok, bukan pula pejabat atau politisi. Ayah gw cuma seorang Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pertanian dulu. Di gereja, ayah dipercaya jadi semacam ketua majelis jemaat gitu. Bukan hanya di gereja, di beberapa arisan marga yang diikuti juga ayah punya posisi penting, di beberapa arisan marga jadi ketua (di waktu yang bersamaan), di tempat lain jadi pengurus. Jujur aja, gw suka ngrasa klo jadi anaknya ayah gw itu ngga mudah. Tetangga gw semuanya kenal ayah gw sebagai orang yang sangat baik, di kantornya juga. Jadi gw ngga boleh bertingkah yang aneh-aneh yang merusak nama baik ayah gw.
Orang luar sering menganggap ayah gw itu orang yang galak dan menakutkan. Sama kayak pandangan orang lain ke Ahok. Tapi pandangan gw pribadi sebagai anak sama kayak anaknya Ahok. Dia ngga galak, tapi tegas. Ayah ngga akan marah klo gw hidup teratur, disiplin, nurut sama beliau dan melakukan segala sesuatu dengan benar.
Satu hal lagi yang sering dipertanyakan orang soal figur bapak yang galak, "kalo di rumah suasana tegang ngga sih? bisa becanda-becanda santai juga ngga sih?" Hal ini sering ditanyakan teman-teman gw di gereja dulu, karena di gereja teman-temen gw mengenal ayah gw sebagai orang yang sangat keras. Jangan salah, gw sekeluarga sering bercanda sama ayah gw. Beliau suka main gitar dan nyanyi-nyanyi bareng keluarga pas lagi santai, beliau juga suka melontarkan lelucon yang akan membuat kami semua tertawa.
Tapi ya gitu, ayah punya aturan yang jelas, sebagai manusia kita harus hidup benar dan lurus. Marah itu boleh, tapi harus pada tempatnya, marahlah pada kesalahan dan ketidakadilan. Beliau hanya marah pada segala sesuatu yang tidak benar. Tapi di balik itu beliau orang yang sangat penuh kasih pada sesamanya. Sama seperti yang Ahok, beliau terbuka terhadap masalah warga, dan terbuka untuk ngobrol dengan siapa saja.
No comments:
Post a Comment