Tulisan ini
terinspirasi dari pemberitaan soal SARA yang cukup ramai di media massa
belakangan ini. Jujur saja, saya adalah orang yang tidak suka membahas soal
SARA. Manusia memang diciptakan berbeda-beda, dan bagi saya perbedaan itulah
yang mengindahkan kehidupan. Saya sendiri hidup dalam lingkungan yang sarat
akan perbedaan dengan sekitar saya, jadi secara alami saya selalu belajar untuk
menghargai setiap perbedaan yang saya temui. Sejak masih balita saya cenderung
berteman dengan mereka yang berbeda dengan saya.
Seperti yang
saya ceritakan sebelumnya, saya bersuku Batak Toba. Dulu waktu umur saya belum
mencapai lima tahun, saya berteman dekat dengan seorang teman bersuku Jawa,
sebenarnya di sekitar rumah saya ada banyak teman lain yang sesuku dan seagama
dengan saya, tapi entah kenapa saya senang sekali berteman dengan teman saya
yang bernama Joko itu. Ketika masuk SD, saya banyak berteman dengan teman-teman
keturunan Cina. Ketika itu saya memang tidak punya banyak pilihan dalam berteman
di sekolah dan di rumah, karena hampir semua teman saya, baik di rumah maupun
di sekolah adalah keturunan Cina, jadi mau tak mau saya harus menjalin
pertemanan dengan mereka. Dan hal ini berlangsung hingga saya lulus dari bangku
SLTP. Masuk ke bangku SMU, saya banyak menemui teman sesuku dan seagama dengan
saya, tapi lagi-lagi entah kenapa, saya lebih akrab dengan mereka yang berbeda
suku dan agamanya dengan saya. Dan sangat saya sukai dari hubungan pertemanan
kami itu adalah kami saling mengingatkan untuk melakukan ibadah masing-masing.
Ketika
melewati masa perkuliahan, saya menemui lingkungan yang lebih variatif. Di
kampus terdapat berbagai mahasiswa dari berbagai suku di Republik ini. Kampus
saya menerima mahasiswa dari setiap provinsi, jadi lengkap sekali dari Sabang
sampai Merauke. Mereka semua memiliki cerita dan latar belakang masing-masing.
Saya sendiri menjalin pertemanan yang cukup akrab dengan beberapa dari mereka,
dan saya sangat menikmati pertemanan saya dengan mereka semua. Buat saya, menjalin
hubungan dengan mereka bisa membuat saya berpikir dan memandang dari sisi yang
berbeda. Karena bentukan latar belakang yang berbeda membuat pola pikir yang
berbeda pula, dan saya menikmati saat-saat bisa bertukar pikiran dengan mereka.
Dan Indonesia dengan berbagai suku, agama dan
ras ini akan terlihat dan terasa lebih indah jika masing-masing orang bisa
menghargai perbedaan dan memandangnya dari sisi positif. Kalau semua orang sama
adanya, maka hidup ini pasti akan terasa lebih hambar dan datar. Karena itu,
jadilah satu, bukan menjadi sama.
No comments:
Post a Comment